2 Februari 2012

Merenungkan 100 Tahun Indonesia

Pidato Renungan Awal Tahun 2012. Fraksi Partai Golkar, Senayan, 18 Januari 2012.

Hadirin yang saya hormati

Assalamualaikum Wr. Wb.

Salam sejahtera bagi kita semua

Pertama-tama saya ingin mengajak kita semua memanjatkan puji dan syukur kehadapan Allah SWT. Atas izin dan rahmatnya, kita dapat bersama-sama berkumpul pada hari yang berbahagia ini.

Saya juga ingin memberikan apresiasi dan penghargaan saya kepada semua anggota dan pengurus Fraksi Partai Golkar di Dewan Perwakilan Rakyat. Saya bangga terhadap Fraksi Partai Golkar. Saudara-saudara adalah ujung tombak partai kita dan terlibat aktif sebagai instrumen dalam perjuangan politik sehari-hari untuk mewujudkan suara dan kepentingan rakyat.

Kita semua tahu bahwa upaya mulia tersebut bukanlah hal yang mudah dan sekali jadi. Tetapi sepanjang tahun 2011 yang baru saja lewat, disamping berbagai kritik dan berbagai kelemahan yang memang masih perlu diperbaiki, Fraksi Partai Golkar telah melangkah cukup jauh dan memberikan kontribusi yang membesarkan hati.

Sebelum mulai, saya ingin mengabarkan terlebih dahulu bahwa pada awal Desember kemarin, saya dan beberapa pengurus DPP Partai Golkar sempat berkunjung ke Washington DC dan New York untuk menyampaikan pidato di Usindo dan menjadi narasumber di Council of Foreign Relations, sebuah lembaga diplomasi dunia yang sangat bergengsi.

Tetapi yang paling berkesan adalah, di sela-sela kunjungan tersebut, saya sempat berkunjung ke Kongres AS di Capitol Hill. Saya ingin melihat serta mempelajari bagaimana lembaga legislatif yang tersohor itu (salah satu lembaga demokrasi modern paling awal, dengan usia lebih dari dua abad) mengelola perbedaan politik serta merumuskan langkah bersama dalam kebijakan anggaran, asuransi sosial, stimulus fiskal, dan semacamnya.

Singkatnya, saya ingin menggunakan waktu yang tidak terlalu banyak di Washington DC untuk belajar tentang keampuhan Kongres AS dalam merajut kebersamaan dan mendorong kebijakan yang kongret.

Tapi ternyata, justru pada saat itu Kongres sedang terlanda demosclerosis dan kebuntuan politik. Masalah polarisasi antara kaum Demokrat dan kaum Republikan semakin tajam. Di tengah situasi perekonomian nasional AS yang masih belum menentu, belum ada kebijakan besar yang berhasil dicapai bersama. Akibatnya, publik AS menjadi sangat kritis terhadap para politisi kedua partai (barangkali sedikit lebih tajam dibandingkan dengan kritik publik Jakarta terhadap politisi di Senayan).

Dari pengalaman ini, saya justru menjadi lebih apresiatif terhadap DPR Republik Indonesia. Kongres AS, dengan dua partai saja, tetapi sudah mengalami kebuntuan dalam mendorong kebijakan nasional. DPR RI berisi 9 partai, bisa dibayangkan dinamikanya yang begitu tinggi,  tetapi dari waktu ke waktu, manakala ada kebijakan penting yang harus dilahirkan, kaum politisi kita masih sanggup mengelola perbedaan dan melahirkan kebersamaan yang memadai untuk mendukung kebijakan tersebut.

Semua ini saya ceritakan bukan untuk mendorong kita menepuk dada. Kita masih harus mengejar ketertinggalan dalam tingkat kesejahteraan, industri, teknologi, pendidikan, dan sebagainya. DPR RI dan Fraksi Partai Golkar sebagai salah satu kekuatan besar di dalamnya, harus menjadi instrumen politik Indonesia dalam mempercepat kemajuan bangsa. Lembaga terhormat ini harus menjadi contoh, memimpin di garis terdepan, agar perjuangan bersama mencapai kesejahteraan umum dapat tercapai dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Saudara-saudara yang saya muliakan

Hadirin yang saya banggakan

Pada awal tahun seperti ini, selalu terasa bahwa perputaran waktu berjalan begitu cepat. 2009, 2010, 2011, dan kini tahun 2012. Semuanya terasa seperti kemarin, meninggalkan begitu banyak potret peristiwa yang datang dan pergi. Dalam saat-saat seperti inilah kita diingatkan sekali lagi bahwa waktu adalah elemen yang temporer. Tidak ada yang kekal dan abadi, kecuali Sang Khalik dan kebesarannya.

Karena itulah, saya ingin mengajak semua pihak untuk memberikan yang terbaik, mengukir kenangan positif dan karya nyata, sejauh kita masih memiliki waktu serta kesempatan untuk melakukannya.

Saya tahu bahwa masih sangat panjang daftar isu dan kebijakan kongkret yang perlu dibahas. Tetapi perkenankanlah saya pada hari ini, pada awal tahun yang penuh harapan ini, untuk mengajak saudara-saudara melihat jauh ke depan, bukan hanya 2014 atau 2019, tetapi lebih jauh lagi, membayangkan seabad atau seratus tahun Indonesia, 1945-2045. Pandangan jauh ke depan inilah yang saya harapkan menjadi conceptual guidance, arah konseptual bagi Partai Golkar di tahun-tahun mendatang. Dengan visi yang jauh ke depan, langkah yang kita lakukan hari ini akan lebih pasti dan kokoh, serta memiliki tujuan yang jelas.

Walaupun masih terasa jauh saat ini, masih tiga dekade lagi, tetapi saat itu pasti akan tiba, sewaktu bangsa Indonesia merayakan proklamasi 17 Agustus untuk keseratus kalinya. Adalah sebuah tragedi jika perayaan tersebut diperingati dengan kondisi Indonesia yang tidak beranjak jauh dari kondisi kita saat ini.

Kita justru berharap bahwa seluruh bangsa Indonesia yang memperingati hari bersejarah tersebut (jumlah mereka saat itu mencapai 300 juta jiwa), akan merasa bersyukur dan berterimakasih kepada generasi-generasi yang telah lewat, termasuk kita sekarang ini, yang telah mewariskan kepada mereka bangsa yang besar, bangsa yang sejahtera dan sudah masuk dalam kategori negara maju, dengan pencapaian yang membanggakan dan reputasi yang terhormat.

Karena itu, kita yang hidup dan memimpin saat ini harus berani bermimpi, harus berani membayangkan bahwa di tahun-tahun mendatang, prestasi Indonesia dalam pembangunan di segala bidang akan lebih baik dan lebih progresif lagi.

Saat ini, kalau kita memakai ukuran ekonomi yang baku, tingkat pendapatan per kapita Indonesia kurang lebih $3,500, hampir sama dengan Cina serta cukup jauh di atas India, tetapi masih sangat jauh di bawah rata-rata pendapatan minimal negara yang makmur, yaitu sekitar $25,000 per kapita, seperti Korea Selatan saat ini.

Kalau perekonomian kita bisa tumbuh konsisten 7% setiap tahun, maka dalam satu dekade tingkat pendapatan kita akan berlipat dua, menjadi $7,000, dan satu dekade setelahnya akan berlipat dua lagi. Jadi pada tahun 2032, Indonesia sudah di ambang batas negara yang makmur, dengan rata pendapatan $14,000 per kapita. Pada saat itu, kalau terus tumbuh dan berupaya lebih keras lagi, maka bahkan sebelum berusia seabad, Indonesia sudah akan menembus batas pendapatan sebagai negara maju.

Semua itu mampu kita capai “hanya” dengan pertumbuhan 7% per tahun. Harus kita ingat, Cina mampu tumbuh 9% per tahun selama 25 tahun terus menerus, dan melipatduakan pendapatannya setiap 7 hingga 8 tahun. Kalau kita mampu menyatukan langkah dan berusaha lebih keras lagi dan mendekati prestasi Cina, maka Indonesia tidak perlu menunggu 30 tahun untuk menjadi negara maju yang makmur. Dengan pertumbuhan 9% per tahun, prestasi besar tersebut akan tercapai insya Allah dalam masa hidup kita, yaitu sekitar dua dekade ke depan.

Dalam sejarah dunia, hanya ada segelintir negara yang berhasil tumbuh secepat itu serta dalam dua generasi mampu mengubah status dari negara miskin menjadi negara maju. Negara tersebut adalah Jepang, Korea Selatan dan Singapura. Prestasi dalam percepatan kemajuan yang berhasil mereka raih belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah peradaban manusia.

Indonesia sejauh ini cukup memuaskan. Dari proklamasi 1945 hingga prahara 1965, perekonomian nasional dan tingkat kesejahteraan rakyat tidak beranjak jauh. Tetapi setelah itu, dengan Pak Harto sebagai pimpinan, di mana Golkar turut serta mengambil peranan sentral, pembangunan ekonomi kita mengalami percepatan yang cukup mengagumkan.

Konsep dasarnya adalah trilogi pembangunan (stabilitas, pertumbuhan, pemerataan) yang dijabarkan dalam banyak hal, seperti pendidikan dasar, irigasi, intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, puskesmas, program KB, program pengentasan kemiskinan, jalan tol, jalan provinsi, jalan kabupaten, hingga satelit Palapa dan tahap awal industri jasa dan manufaktur, serta masih banyak lagi.

Semua itu terjadi berkelanjutan selama tiga dekade. Dalam periode tersebut, dari 180 negara sedang berkembang, Indonesia termasuk satu dari 13 negara yang berhasil tumbuh di atas 5 persen per tahun selama lebih dari 25 tahun berturut-turut. Hal ini adalah suatu pencapaian yang patut dibanggakan.

Partai Golkar tidak boleh melihat semua itu hanya sebagai bagian dari masa lalu, apalagi mengecilkannya atau menyembunyikan dibalik sejumlah apologia. Ia harus menjadi sumber legitimasi, serta sumber motivasi dan landasan dari tekad baru Partai Golkar untuk merebut kemenangan dalam Pemilu 2014. Kemenangan dan kekuasaan akan kita pergunakan untuk memimpin Indonesia dalam mengukir prestasi yang lebih baik lagi.

Kita harus membuktikan bahwa justru di alam demokrasi, kepemimpinan Partai Golkar, baik di lembaga eksekutif maupun legislatif, akan semakin berhasil dalam mendorong kemajuan Indonesia.

Kalau menang pada Pemilu 2014, maka Golkar adalah partai dengan sebuah tugas historis, sebuah mission sacre, sebuah misi suci: yaitu untuk mengawal Indonesia, menyiapkan fondasinya, sedemikian rupa sehingga sebelum berusia seabad, Indonesia sudah masuk dalam kelompok negara maju — sebuah negara yang kuat dan terhormat; adil dan sejahtera; modern dan toleran; dengan kesempatan yang sama dan terbuka buat semua.

Saudara-saudara yang saya muliakan

Hadirin yang saya hormati

Perjuangan Indonesia untuk menjadi negara maju juga sangat ditentukan oleh kondisi dunia. Memang, dalam soal ini, kita harus menyimak dengan seksama perkembangan perekonomian global, dengan situasi krisis di Eropa serta masih belum pulihnya dinamo ekonomi AS sejak badai finansial 2008-2009. Tetapi saya yakin, kondisi ini tidak akan membawa dunia ke dalam Depresi Besar seperti tahun 1930an.

Malah sebaliknya, setelah dua atau tiga tahun ke depan, kondisi dunia akan pulih dan perekonomian global akan tumbuh lebih cepat lagi dari sebelumnya. Sekarang saja, walaupun Eropa dan AS mengalami kesulitan, perekonomian global masih terus tumbuh – Cina, India, Rusia, Brazil, Chile, Turki, Indonesia, dan masih banyak lagi negeri lainnya tidak merasakan dampak yang terlalu negatif.

Hal ini terjadi karena dunia sekarang sudah berbeda, sebuah dunia yang digambarkan oleh Michael Spence, seorang ekonom peraih hadiah Nobel dari Stanford University, sebagai a multispeed world. Hingga dua dekade silam, Eropa dan  AS (plus Jepang) adalah satu-satunya dinamo perekonomian dunia, dengan 15 persen total penduduk dunia. Sekarang, mereka masih penting, tetapi bukan lagi satu-satunya pusat pertumbuhan.

Dengan bangkitnya Cina dan India, plus Rusia dan negara-negara pasca-komunis, serta pesatnya pertumbuhan di Amerika Latin dan Asia Timur, termasuk Indonesia, dengan total penduduk lebih dari separuh penduduk dunia (penduduk Cina dan India saja sudah berjumlah hampir tiga miliar jiwa, sekitar 40 persen penduduk dunia), perekonomian global memasuki era baru. Belum lagi kecenderungan beberapa tahun terakhir di mana negeri-negeri besar di Afrika yang selama puluhan tahun stagnan kini mulai berubah dan membuka diri.

Semua itu berujung pada sebuah kecenderungan yang akhir-akhir ini sering disebut sebagai a great convergence, sebuah konvergensi besar dalam perekonomian global di mana partisipan yang terlibat di dalamnya bertambah berlipat kali, dengan lokasi geografis yang semakin tersebar di berbagai belahan dunia, market scale yang dengan sendirinya bertambah secara fantastis, dan semuanya menerima rules of the game yang sama serta sistem perekonomian dengan dasar-dasar yang tidak jauh berbeda.

Saya menjelaskan semua ini untuk mengatakan satu hal: bahwa Indonesia, dalam kondisi dunia yang baru, justru memiliki kesempatan yang lebih terbuka lagi untuk semakin maju dan berkembang. Kemungkinan baru ini harus dimanfaatkan maksimal demi kepentingan kita, sekarang dan di masa depan.

Pada hemat saya, untuk mencapai semua itu, berbagai hal perlu disiapkan dan dipikirkan secara serius sejak sekarang, terutama oleh kaum pimpinan nasional, termasuk kita di Partai Golkar. Salah satu isu terpenting di antaranya adalah kualitas pendidikan, terutama pendidikan tinggi. Sejauh ini, sejak zaman Pak Harto, Indonesia relatif sudah berhasil meningkatkan literasi dengan jaringan pendidikan dasar dan menengah yang ekstensif. Sekarang, kita harus mendorong kemajuan setingkat lebih jauh lagi dengan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi kita, agar seirama dengan tuntutan perkembangan dunia.

Dengan keberhasilan anak-anak Indonesia dalam berbagai olimpiade internasional bidang ilmu fisika, matematika dan biologi, serta dengan perkembangan terakhir di mana kaum remaja kita di berbagai kota memperlihatkan kemampuan rekayasa yang kreatif dengan merakit dan membuat mobil nasional, atau pesawat ringan, dan sebagainya, maka sebenarnya potensi manusia kita bisa diandalkan. Adalah tugas mulia bagi kita untuk memberikan mereka lebih banyak kesempatan serta tempat untuk tumbuh dan berkembang. Semua ini dapat dicapai dengan mendorong sistem universitas yang semakin maju dan semakin luas jangkauannya.

Selain itu, perkembangan infrastruktur juga harus terus menjadi perhatian kita. Dengan kondisi sekarang, sulit dibayangkan bahwa jaringan jalan, listrik, pelabuhan, air bersih, dan semacamnya, akan sanggup memungkinkan pertumbuhan cepat dalam 10 tahun mendatang. Sekarang pun sudah terlihat tanda-tanda bahwa perkembangan kondisi infrastuktur kita tidak sanggup berpacu dengan kecepatan pertumbuhan 6 hingga 7 persen per tahun. Jika tidak dilakukan langkah-langkah drastis, maka ia akan menciptakan bottlenecks di mana-mana, yang tentu saja akan memperlambat langkah-langkah kita.

Perkembangan infrastruktur tidak hanya mencakup persoalan di Jawa saja, tetapi mungkin lebih mendesak lagi di daerah-daerah kita di luar Jawa. Selama ini, sebuah silent revolution terjadi tanpa banyak kita sadari: justru perkembangan ekonomi di daerah sangat pesat dan mengejutkan, rata-rata melampaui pertumbuhan di Jawa, dan dalam beberapa tahun terakhir sudah menjadi salah satu motor pertumbuhan perekonomian nasional. Bukan lagi hanya Jakarta, Surabaya dan Bandung, tetapi Medan, Palembang, Balikpapan, Makasar, Manado, Monokwari dan Jayapura kini muncul menjadi pusat-pusat pertumbuhan yang sangat dinamis.

Sekarang, daerah-daerah kita sudah mencapai titik yang penting, di mana tanpa pembangunan cepat infrastruktur yang lebih baik dan modern lagi (jalan, pelabuhan, airport, listrik, dan fasilitas umum lainnya), potensi mereka tidak akan bisa berkembang lebih maksimal. Selain di Jawa, kita harus membangun dengan pesat di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku hingga Papua dan Nusa Tenggara. Percepatan pembangunan infrastruktur di daerah-daerah ini adalah salah satu kata kunci pembangunan di tahun-tahun mendatang.

Untuk semua itu, tentu saja dibutuhkan dana yang besar. Sebenarnya, dana bukan persoalan buat kita. Tetapi di situlah ironi terbesar kebijakan publik Indonesia. Tahun ini saja hampir Rp300 triliun kita keluarkan buat subsidi BBM dan subsidi lainnya, yang merupakan pengeluaran terbesar kita. Tahun lalu anggaran seperti ini adalah Rp 140 triliun, dan tahun sebelumnya sekitar Rp 100 triliun. Jadi dalam tiga tahun terakhir ini saja sudah sekitar Rp 500 triliun kita gunakan buat subsidi, sebuah jumlah yang sebenarnya cukup memadai untuk mengawali percepatan pembangunan infrastruktur di segala bidang.

Partai Golkar harus menjadi pelopor dalam mencari jalan keluar dari permasalahan pelik ini, dengan melahirkan strategi anggaran yang lebih baik, lebih tepat sasaran, lebih pro-rakyat, tetapi sekaligus lebih mencerminkan asas-asas ekonomi yang produktif.

Selain itu, masih banyak lagi hal lainnya yang perlu kita lakukan. Penguatan ekonomi daerah, penciptaan kebijakan energi dan sumber daya alam yang menjamin kemandirian sekaligus pertumbuhan, sinergi segala kebijakan dan jaminan sosial dalam konsep negara kesejahteraan, fasilitas bagi UKM dan microfinance, program pengentasan kemiskinan, dan lain sebagainya.

Saudara-saudara yang saya muliakan

Hadirin yang saya hormati

Rencana besar menuju seabad Indonesia serta percepatan kemajuan yang kita inginkan tidak mungkin tercapai hanya dengan langkah dan kebijakan ekonomi. Bahkan bisa dikatakan bahwa langkah dan kebijakan ini adalah subordinat atau bergantung pada perjuangan kita dalam mempertahankan serta mengembangkan beberapa hal dengan lebih baik lagi.

Pada zaman Pak Harto, salah satu komponen terpenting dalam konsep trilogi pembangunan adalah stabilitas. Memang kita tidak bisa dan tidak perlu memutar jarum jam kembali. Sekarang, konsep stabilitas ini harus kita lihat sebagai konsep yang dinamis di alam demokrasi.

Tetapi esensinya hampir sama, yaitu bahwa untuk maju dan berkembang, sebuah bangsa membutuhkan ruang yang damai, kooperatif, dan harmonis, di mana rencana dan berbagai kegiatan dapat dilakukan tanpa konflik yang tajam. Anarki adalah resep bagi kehancuran, bukan jalan bagi kemajuan. Karena itu, Partai Golkar harus berdiri di garis terdepan untuk mengajak semua pihak agar menghindari anarki dan lawlessness.

Konsep yang menjadi dasar perjuangkan kita adalah konsep pemerintahan yang kuat tetapi terbuka dan bertanggung jawab, a strong but open and responsible government. Demokrasi tidak identik dengan pemerintahan yang lemah dan tanpa wibawa.  Justru sebaliknya, demokrasi bersandar pada kebebasan dan penegakan hukum serta aturan bersama, dan karena itu ia hanya akan berkembang kokoh jika diiringi dengan pemerintahan dan negara yang kuat.

Kekuatan semacam itu tercermin dari berbagai hal. Kuat dalam institusi dan pelaksanaan penegakan hukum. Kuat dalam menegakkan prinsip keadilan dan kesetaraan. Kuat dalam membela keadilan dan kebenaran.

Selain itu, pemerintah dan negara juga harus kuat dalam menjaga integritas dan keutuhan wilayahnya. Karena itu, Indonesia harus memperhatikan dan membangun institusi pertahanan dan keamanan yang sesuai dengan luasnya wilayah kita, yang sesuai dengan kompleksnya masyarakat kita, serta dengan visi kita untuk memainkan peran aktif dalam pergaulan bangsa-bangsa. Tanpa menjadi negara yang ekspansif, Indonesia harus memiliki kelengkapan yang memadai sehingga kita menjadi negara terhormat yang disegani oleh kawan dan lawan.

Singkatnya, semua itulah yang perlu kita wujudkan dalam mempersiapkan seabad Indonesia: ekonomi yang maju dan berkembang pesat, yang dimungkinkan oleh pemerintahan dan negara demokratis yang kuat dan berwibawa. Inilah esensi dari formula perjuangan kita. Kembangannya banyak dan rincian teknisnya bisa diurai dalam berbagai formula kebijakan yang kompleks. Tetapi itulah intinya, sebuah kristalisasi pemikiran sebagai landasan perjuangan kita ke depan.

Itulah yang harus menjadi pegangan Partai Golkar, sekarang dan di tahun-tahun mendatang. Kita harus menjadi partai yang menawarkan alternatif kepemimpinan yang berani karena benar, serta berani karena memiliki landasan konseptual yang visioner dan menjangkau jauh ke depan. Sikap dan prinsip ini harus tercemin dalam perjuangan politik kita, baik di DPR RI oleh fraksi partai kita, maupun oleh segenap kader dan pengurus partai di seluruh penjuru Tanah Air.

Akhirnya, sekali lagi saya ingin ingatkan, waktu berlalu begitu cepat, dan seabad Indonesia akan tiba dalam satu generasi lagi. Kita jangan membuang-buang waktu. Marilah kita berikan yang terbaik, sehingga kita semua akan dikenang sebagai the best generation, generasi kepemimpinan yang memberikan kontribusi besar dalam perjalanan sejarah kebangsaan kita.

Insya Allah, atas izin Tuhan yang Mahabesar, semua cita-cita mulia ini akan tercapai dan bangsa Indonesia akan diberi rahmat dan berkah yang lebih baik lagi di tahun-tahun mendatang.

Maju terus Partai Golkar

Maju terus Indonesia yang tercinta

Wabillahitaufiq walhidayah

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Read more »

Golkar dalam “Pilpres 2012”

Belakangan ini muncul berita macam-macam di media massa, sehubungan dengan nama-nama yang diusung dalam pemilihan presiden RI tahun 2014-2019. Di antara sejumlah nama, terdapat Ir Aburizal Bakrie, Ketua Umum DPP Partai Golkar. Terdapat banyak informasi yang simpang siur, terkait dengan proses pencalonan yang masih panjang.

Rapimnas Partai Golkar 2011 sama sekali belum memutuskan siapa yang dicalonkan oleh Partai Golkar dalam Pilpres 2014. Hanya saja, hampir semua Dewan Pimpinan Daerah Tingkat Provinsi, beserta kekuatan lain seperti SOKSI, MKGR, KOSGORO, AMPI, AMPG, KPPG, MDI dan lain-lain menyampaikan dukungan kepada Ir Aburizal Bakrie sebagai capres. Tidak ada lagi nama lain yang diusung.

Begitu juga sejumlah pertemuan DPD-DPD I Partai Golkar, baik di Balikpapan, Banjarmasin, maupun Bali. Kesemuanya berujung kepada dukungan tunggal, sekaligus permintaan, agar Aburizal Bakrie bersedia menjadi capres. Dilihat dari aspek (elite) internal itu, tentulah prosesnya berlangsung mulus.

Hanya, masih ada sejumlah agenda.

Pertama, keputusan resmi pencalonan Ir Aburizal Bakrie sebagai Presiden RI akan dilakukan dalam Rapimnas tahun 2012, bisa jadi sekitar bulan Oktober 2012. Menjelang bulan itu, kader dan simpatisan Partai Golkar di berbagai tingkatan melakukan program karya dan kekaryaan yang bermanfaat bagi masyarakat. Mesin partai dilumaskan, sehingga mampu berjalan pada saat yang tepat.

Kedua, sementara proses itu terjadi, Partai Golkar akan mengadakan survei yang terkait dengan elektabilitas Partai Golkar, termasuk nama-nama yang dimasukkan sebagai calon presiden. Terdapat dua kategori nama, yakni dari internal dan eksternal Partai Golkar. Nama-nama itu tentu juga termasuk pasangan cawapresnya.

Ketiga, setelah proses itu disepakati, dengan sendirinya tim resmi kampanye bakal Capres dan Cawapres Partai Golkar ini dibentuk. Kenapa masih “bakal capres-cawapres”? Karena secara resmi prosesnya belum mengikuti kalender yang disusun oleh Komisi Pemilihan Umum. Penetapan oleh KPU-pun tergantung hasil pemilu legislatif pada bulan April 2014.

Jadi, secara keseluruhan, belum ada proses Pilpres yang terjadi sepanjang tahun 2012 ini.

Hiruk-pikuk yang berkembang di media massa, seolah-olah Pilpres terjadi pada tahun 2012, sama sekali diluar jangkauan dan agenda Partai Golkar. Pilpres 2012 hanya terjadi di Amerika Serikat, bukan di Indonesia. Partai Golkar tentu akan melihat dengan serius perjalanan Pilpres 2012 di Amerika Serikat itu, serta tentu belajar banyak untuk mendapatkan perspektif internasional.

Sekalipun terdapat sejumlah “tim sukses” dalam proses pencalonan Ir Aburizal Bakrie, itupun sah-sah saja. Sebagian besar dari tim-tim itu adalah bentuk dari partisipasi politik, berdasarkan pelajaran dalam dua kali pilpres sebelumnya. Partai Golkar dianggap mengalami “keretakan” di kalangan elite, selama Pilpres 2004 dan Pilpres 2009. Sedini mungkin, proses politik yang sekarang adalah bagian dari usaha menghindari dan menutupi bolong-bolong itu.

Namun, bisa juga dikatakan bahwa Partai Golkar mengalami semacam “pilpres mini”, sebelum keputusan diambil lewat Rapimnas 2012 – atau Rapimnas Khusus --. Pilpres mini ini lebih ke kerja keras seluruh jajaran partai untuk menaikan elektabilitas, baik partai maupun Ir Aburizal Bakrie sendiri. Sejumlah masalah sudah dipetakan, baik yang terhidang lewat media massa, maupun yang disampaikan dalam dokumen-dokumen resmi partai.

Masalah yang muncul dari internal partai tentu sudah mendapatkan antisipasi yang cukup, mengingat proses konsolidasi yang dilaksanakan terus-menerus. Sementara yang datang dari eksternal memperoleh proses pendalaman dari jajaran partai, termasuk Balitbang DPP Partai Golkar. Dengan kebebasan media seperti sekarang, dimana siapapun bisa menulis beritanya sendiri lewat sosial media sampai pesan pendek, masalah yang kecil bisa dibesar-besarkan. Sebaliknya, masalah besar bisa dikecilkan.

Pilpres 2012, baik di internal Partai Golkar ataupun di Amerika Serikat, sama sekali adalah satu keniscayaan dalam sejarah demokrasi di dunia. Tak ada yang benar-benar baru. Demokrasi tidak hanya butuh sekadar pernyataan, namun terlebih lagi prosedur yang disiplin untuk menjalankannya. []

Penulis adalah Ketua Balitbang DPP Partai Golkar

Read more »

DPR: E-KTP Belum Siap Jadi Acuan DPT di Pemilu 2014

JAKARTA – Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pesimistis jika kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) bisa dijadikan satu-satunya basis daftar pemilih tetap (DPT) pada Pemilu 2014.

Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo mengatakan, jika melihat pengerjaan program e-KTP hingga sekarang,harus diakui tidak berjalan sebagaimana yang direncanakan. Karena itu, untuk mengantisipasi ketidakakuratan data DPT, DPR memutuskan agar sumber DPT Pemilu 2014 tidak hanya dari e-KTP.

“Tapi juga hasil pendataan penduduk di pemilu terakhir ataupun pilkada terakhir di tiap-tiap daerah,” tegasGanjardiJakartakemarin. Politikus PDIP ini mengatakan, jika ditelaah lebih lanjut maka banyak kendala penerapan program e-KTP di daerah- daerah.

Bahkan, ungkapnya, beberapa daerah di Jawa Timur dan Jawa Tengah ditemukan fakta yang meragukan. Pasalnya, data pendataan penduduk melalui e-KTP jauh berbeda dengan data ketika Pemilu 2009 lalu. Data dalam e-KTP menunjukkan bahwa jumlah penduduk di dua provinsi ini lebih sedikit ketimbang data pada Pemilu 2009.

“Ini kan mencurigakan kita.Apakah di sana ada bencana alam, tsunami, sehingga banyak penduduknya yang meninggal, sehingga penduduknya berkurang signifikan. Halhal semacam ini membuat kita tidak yakin akan keakuratan data e-KTP,”tegasnya.

Ganjar mengaku, DPR saat ini mulai membaca kemungkinan terburuk jika e-KTP gagal sehingga akan berpengaruh pada penyusunan DPT.

Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan desakan agar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) segera menyelesaikan program e-KTP ini dengan baik dan sesuai target.Terlebih, penyelesaian e-KTP ini ditugaskan langsung melalui UU Nomor 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Politikus Partai Golkar ini menegaskan, DPR akan mendukung Mendagri agar berani menekan pihak konsorsium melaksanakan kewajibannya dengan baik. Bahkan bila diperlukan, Mendagri harus berani memberi sanksi jika pihak konsorsium tidak melaksanakan kewajibannya sesuai kesepakatan kontrak.

Sumber: Seputar-indonesia.com

Read more »

DPR: UU Pemilu Akan Perketat Aturan Kampanye

JAKARTA - Undang-Undang (UU) Pemilu yang direncanakan selesai akhir Februari akan memperketat aturan kampanye partai politik peserta pemilu 2014.

"Dalam pembahasan di tingkat Panitia Kerja (Panja), baik DPR RI maupun pemerintah menyepakati adanya pengetatan aturan kampanye seperti usulan pembatasan dana kampanye, persamaan jenis bahan dan alat peraga kampanye, serta mekanisme kampanye di media elektronik," Wakil Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Pemilu, Muhammad Arwani Thomafi di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu.

Pengaturan itu, kata Arwani, adalah untuk mengarahkan agar parpol melakukan kampanye dengan murah dan efektif. "Untuk itu, pembatasan perlu dilakukan untuk menghindarkan praktek kampanye kosmetikal dan jauh dari substansti yang seharusnya,” kata Arwani.
Sementara itu, pimpinan Panja RUU Pemilu, Arif Wibowo menambahkan, parpol peserta Pemilu 2014 kemungkinan bisa memulai kampanye pada Januari 2013 atau 16 bulan sebelum pemungutan suara. Selain itu, Panja RUU Pemilu menyepakati bahwa masa kampanye dimulai begitu partai politik dinyatakan lolos sebagai peserta pemilu.

Pendaftaran parpol sendiri disepakati dimulai 20 bulan sebelum pemungutan suara. Jika diasumsikan pemungutan suara Pemilu 2014 digelar pada April, maka pendaftaran parpol peserta pemilu dibuka pada Agustus 2012, dilanjutkan proses verifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diusulkan dilakukan selama 3-4 bulan setelah pendaftaran.
"Namun, masa awal kampanye tidak diisi dengan pengerahan massa, seperti rapat akbar dengan arak-arakan. Kampanye diisi dalam bentuk diskusi, tatap muka yang terbatas," tuturnya.

Ketua Panja lainnya, Taufik Hidayat mengatakan, pengaturan masa kampanye sejak penetapan peserta pemilu disepakati karena Panja ingin memberikan waktu yang cukup bagi parpol untuk melakukan sosialisasi parpol maupun caleg melalui kampanye dialogis dan temu kader.

"Dengan demikian, diharapkan masyarakat bisa lebih mengenal sosok serta visi dan misi tiap-tiap caleg sehingga bisa menetapkan pilihan dengan tepat," kata politisi Golkar itu. 

Sumber: Antaranews.com

Read more »

Subsidi BBM Tak Terkontrol

Ditulis oleh Roem Kono
Minderheit nota (catatan keberatan) yang disampaikan oleh Fraksi Partai Golkar DPR ketika membahas subsidi bahan bakar minyak (BBM), dalam pembahasan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2012 lalu, tampaknya luput dari pemberitaan media. Bahkan, pemerintah sekalipun belum terlihat mengambil langkah-langkah strategis terkait kebijakan subsidi BBM tersebut. Padahal jika dievaluasi lebih mendalam, persoalan subsidi BBM laksana bom waktu yang siap meledak kapan saja.

Melihat peningkatan penggunaan subsidi BBM, hingga akhir 2011 mencapai angka di atas 41 juta kiloliter. Ini melampaui asumsi APBN Perubahan 2011 yang ditetapkan sebesar 40,49 juta kiloliter.
 
Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, realisasi pencairan anggaran subsidi energi per 7 November 2011 mencapai Rp 164,74 triliun atau 84,4 persen dari pagu Rp 195,28 triliun. Realisasi itu ini melambung hampir dua kali lipat dari periode yang sama tahun lalu yang tercatat hanya sebesar Rp 89,62 triliun atau 62,2 persen dari pagunya.
 
Khusus belanja subsidi BBM, sudah terserap sebesar Rp 110,82 triliun atau 85,5 persen dari pagu anggaran sebesar Rp 129,72 triliun. Konsekuensi yang harus ditanggung oleh pemerintah adalah membengkaknya dana yang dikeluarkan untuk menutup subsidi BBM itu. Besarannya diperkirakan akan mencapai di atas angka yang sudah ditetapkan dalam APBNP 2011 yaitu Rp 129 triliun.

Dengan pergerakan angka subsidi yang cenderung tidak terkontrol pada tahun 2011 tersebut, sudah seharusnya pemerintah memiliki action plan yang jelas, terarah, dan terukur, dalam rangka menata sistem dan mengelola industri perminyakan nasional. Harus ada kebijakan energi yang jelas, yang harus ditempuh pemerintah agar keberlanjutan pembangunan ini bisa terus berjalan.
 
Salah satu yang menjadi fokus pembahasan adalah usulan kebijakan subsidi BBM dan listrik dalam RAPBN 2012. Berdasarkan APBN 2012, asumsi harga ICP dalam APBN 2012 mencapai 90 dolar AS per barel. Setiap terjadi kenaikan harga ICP sebesar 1 dolar AS, defisit diperkirakan membengkak Rp 430 miliar hingga Rp 530 miliar. Dalam APBN 2012, subsidi energi ditetapkan Rp 168,559 triliun. Subsidi BBM dan elpiji 3 kilogram ditetapkan Rp 123,559 triliun.
 
Sebagian besar dari keseluruhan alokasi anggaran belanja subsidi itu direncanakan akan disalurkan untuk subsidi energi sebesar 80,7 persen, di mana subsidi BBM sebesar Rp 123.6 triliun atau mengalami penurunan dari APBN-P 2011 sebesar Rp 129,7 triliun. Kemudian, subsidi listrik Rp 44,9 triliun atau mengalami penurunan dari APBN-P 2011 sebesar Rp 65,5 triliun. Sisanya 19,3 persen digunakan untuk belanja subsidi nonenergi.
 
Sekilas usulan kebijakan subsidi energi dalam RAPBN 2012 sangat responsif terhadap kondisi perekonomian global dan keterbatasan keuangan negara. Tampaknya pemerintah ingin mempertahankan kebijakan harga BBM yang sekarang berlaku dan memberlakukan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) selain golongan 450 VA.
 
Akan tetapi, jika kita kaji lebih mendalam, kebijakan subsidi energi yang diusulkan pemerintah tidak memperhatikan realita yang berkembang di lapangan, khususnya dari sisi distribusi dan penerima subsidi BBM. Sebagai lembaga yang juga mengawasi setiap kebijakan pemerintah, anggota Badan Anggaran DPR menemukan data dan fakta di lapangan yang sangat tidak berpihak bagi kepentingan masyarakat secara khusus dan efisiensi ekonomi secara umum. 
 
Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Anggota Komisi V DPR
sumber: golkar.co.id

Read more »